Berbicara tentang penyebab
musibah yang menimpa umat Islam, sering kita dapati para pakar dan para ahli
hanya berbicara dalam tataran teknis atau lingkup yang ditangkap panca indera
saja, padahal ada faktor non teknis yang bisa jadi tidak tertangkap oleh indera
manusia tapi itulah penyebab utamanya, yaitu dosa. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuraa: 30)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
مَا
نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah turun melainkan
karena dosa. Dan musibah tersebut tidak hilang melainkan dengan taubat.” (al-Jawabul Kafi,
Hal. 87).
Sama halnya dengan kehancuran sebuah
negeri, para pengamat dan sejarawan hanya berbicara pada permasalah pemimpin
yang lemah, ekonomi yang morat-marit, bencana alam, dll. padahal ada penyebab
yang utama yang menimbulkan penyebab-penyebab di atas, yaitu dosa-dosa yang
dilakukan oleh penduduk negeri tersebut. Masyarakatnya adalah orang-orang yang
berbuat kemaksiatan, bukan berdakwah dan melakukan perbaikan, mereka malah
melupakan agama Allah. Allah Ta’alaberfirman,
وَمَا
كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan
negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. Hud: 117)
Hal itu pula yang terjadi di Andalusia, peradaban Islam
yang berusia kurang lebih 800 tahun itu akhirnya hancur dengan runtuhnya
Kerajaan Granada. Penduduk Andalusia kala itu melupakan Allah, jauh dari
ketaatan kepada-Nya, dan sibuk dengan memperebutkan singgasana.
Lalu, apa yang menyebabkan mereka
melupakan aturan Allah? Mungkin tidak ada yang menyangka penyebab lalainya
penduduk Andalusia ini, karena penyebab ini begitu akrab dalam kehidupan kita
sehari-hari, penyebabnya ialah musik. Ya, penduduk Andalusia disibukkan dengan
mendengar musik. Musik telah mengalahkan bacaan Alquran mereka, mengalahkan
bacaan hadis-hadis mereka, dan melupakan dari menadabburi ayat-ayat Allah Ta’ala.
Orang yang membawa musik ke tanah Andalusia adalah Abu
al-Hasan Ali bin Nafi’ (789-857) atau yang lebih dikenal dengan Ziryab.
Siapakah
Ziryab?
Ziryab adalah seorang Persia atau Kurdi yang pada awalnya
tinggal dan bekerja di Irak lalu tinggal di Andalusia selama 30 tahun. Ia
seorang musisi, penggubah lagu, ahli kosmetik, kuliner, fesyen, dan juga
menguasai beberapa cabang ilmu pasti. Orang-orang Eropa mengenal Ziryab sebagai
bapak kebudayaan.
Kalau hari ini kita gambarkan Ziryab,
maka ia layaknya seorang selebriti. Orang-orang memperhatikannya dalam hal mode
pakaian, gaya rambut, dan tren kuliner. Ia membuat tren warna dan model pakaian
harus mengikuti musim-musim tertentu. Hari ini kita lihat orang-orang meniru
tren Ziryab dengan istilah pakaian musim dingin, musim panas, atau musim semi.
Ziryab juga mengubah kebiasaan bagaimana sebuah makanan itu dihidangkan atau
disantap. Tidak ada seorang pun di Eropa atau di Andalusia secara khusus yang
peduli tentang penyajian makanan, dahulu orang-orang menyajikan semua makanan
dalam waktu yang sama. Ziryab membaginya menjadi tiga bagian dengan menu-menu
yang menyesuaikan. Hari ini kita kenal dengan istilah hidangan pembuka (appetizer), hidangan
utama (main course), dan makanan penutup (dessert). Demikian juga dengan gaya rambut, ia membuat
tren laki-laki tatanan rambutnya pendek dan rapi, sementara perempuan berambut
lebih panjang dan berponi.
Sebagian dari kita mungkin menyangka tatanan modern dalam
berpakaian, kuliner, dan gaya rambut masyarakat Eropa saat ini adalah budaya
yang terlahir dari kebiasaan mereka sendiri. Kalau Anda menyangka demikian,
maka itu adalah kekeliruan. Kebiasaan tersebut terlahir dari seorang muslim
yang berasal dari Baghdad, yaitu Ziryab. Bahkan Ziryab mengajarkan masyarakat
Eropa menggunakan deodoran, pasta gigi, dan shampo.
Mengajarkan
Musik
Setelah menyebutkan nilai-nilai
peradaban yang Ziryab ajarkan kepada masyarakat Eropa, ada hal lain yang ia
sebarkan di tengah peradaban muslim Eropa dan masyarakat benua biru itu secara
umum, yaitu musik.Ketika datang ke Spanyol, Ziryab mendapatkan sambutan hangat
dari pemerintah Daulah Bani Umayyah II di sana. Lalu ia pun mendirikan sekolah
musik di wilayah kerajaan tersebut. Ia sangat pandai memainkan alat-alat musik,
baik alat musik tradisional Arab maupun tradisional daerah setempat.
Melihat sosok Ziryab yang mampu menghibur dengan musiknya,
memiliki penampilan yang trendi, mengajarkan cara menikmati makanan yang lebih
menyenangkan dll. membuat masyarakat saat itu kagum dan memiliki kecenderungan
hati kepadanya. Jangankan orang-orang yang hidup saat itu, tatkala mendengar
apa yang diajarkan Ziryab kepada masyarakat Eropa sehingga peradaban Eropa
seperti sekarang ini, mungkin di antara kita mulai mengaguminya, padahal apa yang
diajarkan Ziryab bukanlah sesuatu yang sifatnya darurat, artinya peradaban
manusia tidak punah jika tidak mengetahui apa yang Ziryab ajarkan. Tidak
sehebat apa yang ilmuan-ilmuan Islam lainnya ajarkan. Kekaguman tersebut
membuat masyarakat mulai meninggalkan membaca Alquran atau berkurang dari
biasanya, demikian juga membaca hadis, dan kisah-kisah para ulama yang shaleh.
Mereka mulai sibuk dengan music tersebut.
Kebiasaan ini kemudian turun-temurun terwarisi hingga
lemahlah umat Islam dan semakin tidak mengetahui ajaran agama mereka. Peristiwa
demi peristiwa terjadi dalam sejarah Islam di Andaluisa; berpecah-pecahnya
Daulah Umayyah II yang dahulu menjadi satu-satunya kerajaan Islam di Spanyol
menjadi Negara-negara kecil atau tha-ifah. Beberapa di antaranya kemudian
dikuasai oleh Kerajaan Kristen Eropa. Puncaknya, musibah itu disempurnakan
dengan runtuhnya Kerajaan Granada.
Apakah
Mendengarkan Musik Berdosa?
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ وَإِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ
فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat
Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum
mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar
gembiralah padanya dengan azab yang pedih.” (QS. Luqman: 6-7)
Ibnu Mas’ud ditanya mengenai tafsir ayat tersebut, lantas
beliau –radhiyallahu ‘anhu- berkata,
الغِنَاءُ،
وَالَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ، يُرَدِّدُهَا ثَلاَث َمَرَّاتٍ.
“Yang dimaksud adalah nyanyian, demi
Dzat yang tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia.” Beliau
menyebutkan makna tersebut sebanyak tiga kali. (Jami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, 20: 127)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَكُونَنَّ
مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ
وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku
sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik…” (HR.
Bukhari)
Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada guru yang
mengajarkan anaknya, isinya adalah, ”Hendaklah yang pertama kali diyakini oleh
anak-anakku dari budi pekertimu adalah kebencianmu pada nyanyian. Karena
nyanyian itu berasal dari setan dan ujung akhirnya adalah murka Allah. Aku
mengetahui dari para ulama yang terpercaya bahwa mendengarkan nyanyian dan alat
musik serta gandrung padanya hanya akan menumbuhkan kemunafikan dalam hati
sebagaimana air menumbuhkan rerumputan. Demi Allah, menjaga diri dengan
meninggalkan nyanyian sebenarnya lebih mudah bagi orang yang memiliki
kecerdasan daripada bercokolnya kemunafikan dalam hati.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
اللَّهُمَّ
إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي سَمَاعِهِ ضَرَرٌ دِينِيٌّ لَا يَنْدَفِعُ إلَّا
بِالسَّدِّ
“Demi Allah, bahkan mendengarkan nyanyian (atau alat
musik) adalah bahaya yang mengerikan pada agama seseorang, tidak ada cara lain
selain dengan menutup jalan agar tidak mendengarnya.” (Majmu’ Al Fatawa,
11:567)
Penutup
Tentu ada dosa-dosa lainnya yang menyebabkan runtuhnya
Islam di Spanyol, namun musik memiliki peranan penting yang menjauhkan umat
dari agamanya. Umat Islam tidak tahu mana tauhid dan mana syirik karena mereka
tidak mempelajari agamanya. Tidak tahu tata cara ibadah yang benar, dll.
Apakah benar musik melalaikan dari mengingat Allah,
Alquran, hadis, dan mempelajari agama? Silahkan kita jawab dengan amalan kita
sehari-hari, manakah yang lebih banyak kita dengar atau hafal? Nyanyian,
Alquran ataukah hadis?
Banyak orang tertawa, merinding, terenyuh, bahkan menangis
ketika mendengar musik, tapi sedikit yang merasakan hal yang sama ketika
mendengarkan Alquran.
@
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten